short story in saeguk

LIVE BEHIND THE SWORD
Terkadang aku sungguh ingin membanggakan diriku, terbuat dari besi pilihan dari sebuah gunung yang tidak banyak diketahui orang, mataku tajam dan mengerikan, goresanku sangat halus namun menyakitkan. Aku dibuat dengan penuh ketulusan, sebagai hadiah dari seorang pemuda pada paman yang sering mengajaknya berlayar. Sebagai tanda kasih sayang yang tak terbendung, aku sungguh beruntung… sampai detik ini.
Ahn Mun Gi selalu memandangku dengan takjub, seakan hanya aku satu-satunya mahakarya, namun itulah sumber dari segala kutukanku pada diri sendiri, dia tidak memperhatikan bajunya yang terlalu longgar, sebagian lengan terbakar saat memberikan ulasan terakhir sebagai gagangku. Karena terkejut ia jatuhkan si mahakarya, gagangku cacat, namun entah mengapa aku tak menyadari apa yang akan terjadi kemudian. Paman Kim Mun Jae memanggilnya dengan terburu-buru, tanpa pikir panjang dia meletakkanku. Saat ini kesombonganku belum luntur, walapun gagangku tak sempurna, aku masih mempunyai mata tertajam dan goresan terhalus.
Mun Gi masuk dengan tergesa-gesa, ia sudah berganti pakaian dan senyum tak lepas dari wajahnya. Tanpa basa-basi ia menyambarku, memasukkan dalam kotak yang sudah dipersiapkan sebagus mungkin.
“Aah…. Celaka, tanganku.”
Belum apa-apa, bukan pengabdian yang kuberikan, aku sudah melukainya
“Mun Gi, sedang apa kau, cepat bergegas.”
”Sebentar Paman….. Hei ternyata kau lebih tajam dari yang kukira, Pamanku pasti senang. Tapi ah… sakit sekali..”
”Mun Gi………………..”
”Iya Paman. Aduh untuk mengangkat kotak saja sakit sekali.”
###
Dia meletakkanku di kotak yang sangat indah, lihat betapa berharganya aku. Namun mengapa guncangan semakin keras, apa yang sedang terjadi di luar sana. Hanya pikiran konyol, semua pasti akan baik-baik saja, aku akan mengabdi pada tuan yang tepat dan Mun Gi tidak akan pernah menyesal telah membuatku.
”Paman, kenapa langit tiba-tiba gelap….”
”Beginilah seharusnya berlayar, penuh tantangan….”
”Tapi……..air mulai naik paman.”
”Benarkah?? Mun Gi lihat jauh ke depan, banyak karang di sekitar sini, tarik layar kuat-kuat……”
”Aku tidak bisa Paman, hujannya lebat sekali.”
”Mun Gi cepat tarik layarnya… ada karang di depan.”
”Pamaaan…..Ahh… tanganku terluka,Paman tolong bantu”
”Berjuanglah Mun Gi…….”
”Sakit sekali, aku tidak kuat paman……..”
”Mun Gi……”
Terlambat, kapal menabrak karang, dan itulah teriakan terakhir yang menghancurkan semua harapanku. Luka dariku akan menjadi seperti ini, ahh apakah aku lahir dengan kutukan?? Apakah sebenarnya aku memang bukan Mahakarya? Atau aku hanya hasil yang cacat yang mencelakakan penciptanya sendiri. Entahlah, sekarang siapa yang akan menjadi tuanku, atau aku hanya akan tenggelam dan menjadi penghuni dasar lautan.
###
”kapten, sepertinya ada kapal yang baru karam…..”
”Coba lihat mungkin ada yang berharga…”
”Baik….”
”Hei coba ambil kotak itu, kelihatannya menarik.”
”Isinya…. pedang. ”
”Hah, pedang cacat seperti itu, sama sekali tidak berguna.”
” tapi lihat kapten, sangat halus dan tajam, sayang kalau dibuang. ”
”Lalu mau diapakan…..”
”Ambil saja kalau kau mau.”
Hujatan, hujatan dan hujatan. Aku kira aku sungguh mahakarya, tapi ternyata hanya pedang cacat yang sering melukai tuannya sendiri. Sekarang mana berani aku bermimpi tentang apa yang akan terjadi, semua sungguh diluar kemampuan, bahkan mungkin untuk sekedar berharap saja tak pantas.
Seiring waktu aku berusaha memahami tuanku, yang kulihat hanya laut dan darah, mereka membajak kapal-kapal pedagang dan bangsawan, menumpahkan darah di setiap kapal, merenggut semua barang berharga. Dan inilah takdirku, dipaksa melakukan tugas mengerikan dan setelah selesai apa yang kudapat, makian dan hujatan. Ini lebih buruk daripada menjadi penghuni dasar laut, yang setidaknya aku bisa bermanfaat sebagai sarang terumbu karang.
Aku melihat kapal yang paling indah, aku merasa takjub dan sedih, sebentar lagi gemerlap kapal itu akan sirna diganti teriakan dan berliter darah. Meski tak pantas aku ingin terus berharap nasibku akan berubah. Pembajakan segera dimulai, ternyata itu adalah kapal Raja yang agung, dengan beringas mereka membunuh setiap pengawal, jumlah yang seimbang membuat pertarungan kian sengit, apalagi baginda disertai beberapa orang dengan keterampilan pedang memukau, seandainya salah satu mereka adalah tuanku. Ah pikiran konyol, mana mungkin ada yang mau.
Aku tertancap di dasar tiang layar, sungguh aku merasa lega, dua belas nyawa sudah melayang karenaku, cukup semoga itu yang terakhir. Tiba-tiba seorang pria setengah baya terdorong ke arahku, dia berusaha meraba sesuatu, sambil menghindari tebasan hiruk pikuk kapten bajak laut. Tidak lama ia bisa menghindar, pedang berjarak lima senti dari perutnya, kontan dia menyambarku, satu jantung lagi kutikam, lengkap sudah tiga belas nyawa. Melihat sang kapten rubuh, awak kapal terpojok,
”Jatuhkan senjata kalian sekarang….”
”Sekarang….”
”Jangan paksa kami tumpahkan lebih banyak darah…..”
Aku melukai tangan Baginda, tapi beliau malah memberi senyuman yang begitu tulus ke arahku, yang sudah lama tidak……., semoga Baginda mau menjadi tuanku, dan semoga senyuman beliau tidak berakhir seperti Mun Gi.
###
Kali ini yang tampak adalah bangunan begitu megah dan sorak sorai yang menggema, rakyat menyambut keselamatan Raja Go Seom Yong.
”Segala hormat kami untuk Paduka…….”
”Terima Kasih, doa kalian yang menyelamatkanku.”
”Anakku Geun Mo, ikutlah bersamaku.”
”Baik Ayah……..”
Paduka Raja menceritakan apa yang terjadi kepada Pangeran, sedangkan tangan yang terbalut kain menggenggamku erat.
”Pedang ini menyelamatkanku………..”
”Ya Ayah.”
”Maukah kau menjaganya, menjadi tuannya…..”
”Tapi… pedang itu juga melukai Ayah.”
”Apa arti sebuah luka dibanding sebuah nyawa?”
”Tapi….. Ah Ayah, aku ingin menemui guru dulu.”
”Anakku,,,,”
”Anak mohon diri Ayah..”
Aku tidak mengerti, satu sisi aku tersanjung Paduka yang selalu menghargaiku, namun mungkin saja nanti aku tidak akan memiliki Tuan.
”Paduka, mungkin Pangeran belum siap menerima pedang ini.”
”Tapi pedang ini sangatlah berharga, lihat saja ketajaman matanya, aku yakin dia dibuat dengan sangat tulus.”
”Lalu Paduka….”
”Pengawal istana, sungguh aku ingin anakku sendiri yang menjaganya.
Walaupun ada sedikit bagian kurang sempurna, tapi sungguh….”
”Saya mengerti Paduka.”
###
Tahun sudah berganti, aku lewati hari bersama paduka, apakah sekarang aku sudah pantas membanggakan diri? Yah mungkin sudah.
”Pengawal, taruh pedang itu di gudang senjata. Ah tanganku sakit sekali.”
”Baik pangeran……”
Ternyata keadaan berubah begitu cepat. Sudahlah, paling tidak disini aku bersama teman-teman yang serupa.
###
”Sampai kapan kita harus terus begini?”
”Yaah, setiap malam berlatih panah, setiap pagi memanggul gandum, siang hari lari bermil-mil, hancur badanku.”
”Belum lagi ocehan komandan….”
” Kalau yang itu salahmu sendiri, tinggal menikam boneka jerami saja kenapa mesti berpikir lama.”
”Ahh… jika berlatih pedang aku berusaha konsentrasi. Tapi lama-kelamaan malah gugup, jadi tidak tepat.
Ah sudahlah, yang penting aku ingin segera meninggalkan tempat ini.”
”Apa kau sungguh-sungguh Yong Eun?”
”Heh…. memang ada jalan keluar?”
”Di belakang gudang senjata. Beberapa pengawal istana sering menggunakan jalan itu untuk pergi ke tempat hiburan.”
”Kau serius Jin Kang?”
”Tapi pengamanannya agak sulit ditembus, sebaiknya kita bersembunyi dulu di gudang senjata.”
”Baiklah, nanti malam segera bersiap.”
”Kenapa…. buru-buru sekali?”
”Apa kau tidak ingin cepat kabur dari sini? Kau mau mendengar ocehan komandan tiap waktu?
”Yang sering mendapat ocehan bukannnya Cuma kau?
”Sudahlah, segera bersiap.”
Malam menjelang, beberapa orang datang kesini adalah hal yang biasa, mereka mengendap-endap lalu menghilang, kembali lagi menjelang fajar. Tapi keempat orang ini sungguh asing. Dua orang menggunakan logat yang tidak biasa, siapa mereka? Sedangkan yang dua lagi membawa bungkusan, ah aneh sekali. Mereka tidak saling melihat.
”Sst Jin Kang, tunggu sebentar. Sepertinya ada yang lain disini.”
”Benar, dua orang itu, apa mereka melihat kita?”
”Entahlah….”
Dua orang yang membawa bungkusan tidak sengaja terbentur gagang tombak. Dua orang yang berlogat aneh terkejut, dan bersiap menghunus pedang.
”Siapa kalian?”
”Hah… ternyata hanya dua prajurit bodoh.”
”tapi jika dibiarkan hidup akan berbahaya.”
”Logat yang aneh….Jangan…. jangan… kalian penyusup dari Kuk Sang?
”Hah… bagaimana ini?”
Karena merasa dikenali, penyusup berusaha membunuh dua prajurit itu. Yong Eun segera menyambarku, dia selalu gugup jika memegang pedang. Tapi terkejut karena tangannya terluka langsung saja ia melemparkanku ke arah penyusup, dan lagi-lagi darah tercecer olehku. Yang bernama Jin Kang rupanya lebih mahir, dia memutar tombak ke segala arah, Yong Eun melemparkan segala benda ke arah penyusup yang masih hidup, menimbulkan keributan. Lebih dari sepuluh prajurit mendobrak masuk. Menangkap penyusup. Meskipun gagal melarikan diri, ada sedikit rasa bangga di hati Yong Eun dan Jin Kang, mereka merasa menyelamatkan negara.
SekarangMereka lebih sering mendapat perhatian komandan, dan Yong Eun tidak gugup lagi memegang pedang, tidak berlama-lama jika ingin menikam, karena jika ia berlama-lama, tangannya pasti akan kulukai.
###
Semua menyambut panglima perang yang baru, tuanku Yong Eun, namun ada yang teriakannya tidak sesemangat yang lain, siapa lagi kalau bukan Jin Kang. Selama ini mereka selalu bersama, bahkan berniat kabur bersama, jika bukan karena ia mengajak Yong Eun ke gudang istana, Yong Eun tidak akan bertemu denganku dan menjadi terkenal seperti saat ini. Tikamannya cepat dan tepat, menjadi yang terdepan di saat perang. Sekarang Yong Eun menjadi panglima sementara ia sendiri tetap sebagai prajurit, padahal dulu kemampuannya lebih cakap.
Setiap kali pujian yang ia dengar tentang panglima, Jin Kang selalu memendam marah, semakin lama semakin menumpuk hingga hati nurani tidak bisa lagi menahannya untuk memusnahkan Yong Eun. Berulang kali aku membentur tombak Jin Kang, semakin lama aku tidak bisa bertahan lagi, kesempatan sesaat diambil Yong Eun menikam Jin Kang, dengan sisa tenaga Jin Kang juga menghujamkan tombak ke arah perutnya. Yong Eun langsung mencabutku dan menangkis tombak, aku mencoba kuat, tapi aku sungguh tak bisa, tenaga yang disertai kebencian jauh melebihiku, tombaklah yang menang dan terbenam lurus di lambung Yong Eun. Jin Kang juga ambruk.
Seorang pengawal istana melapor pada komandannya mengenai pertumpahan darah, Sang komandan begitu terkejut. Ia memerintahkan anak buahnya menguburkan Panglima dan prajurit, ia sendiri memungutku dengan hati hati, ternyata ia masih mengenaliku. Ia membawaku ke seorang pandai besi yang terbaik, jauh dari istana, untuk menyambungkanku yang terbagi.
###
Aku berada di tangan yang tepat, kini aku tidak lagi melukai tuanku, seorang pemuda yang selalu bersemangat mengayunkanku kesana kemari. Ia genggam erat seakan ia ingin kita bersama selamanya. Ia begitu takjub memandangiku saat komandan pengawal berkata bahwa aku patah karena menahan tombak yang akan menusuk Panglima. Ia selalu tersenyum saat mengayunkanku. Komandan pengawal istana kembali, kali ini tidak sendiri, bersama Paduka yang sudah lanjut usia. Paduka terkejut karena bukan pangeran yang merawatku selama ini, dia tidak mengira rumahku adalah gudang senjata usang, dan menjadi saksi pembunuhan panglima. Yeon Hoo anak padai besi, dengan berani mengatakan pada Paduka, ia ingin menjadi tuanku. Awalnya Paduka menolak, namun ia juga tidak ingin penyelamatnya jatuh di tangan orang yang tidak tepat. Yeon Hoo tersenyum lebar, lihatlah Paduka aku bersama orang yang tepat, ia seperti Mun Gi, seperti Paduka juga. Lihat pula genggaman dan kesungguhan hatinya, sekali aku bertemu tuan yang begitu sulit kuungkapkan.
Ia membawaku ke puncak gunung, membagi mimpinya denganku.
”Lihatlah…… bersamamu aku akan menjadi Ahli Pedang sejati. Tak kan kubiarkan seorang pun meneteskan air mata, tak kan kubiarkan seorang pun menggunakan pedang hanya untuk melukai, semata karena ia mampu. Takkan kubiarkan seorang pun merendahkan harga dirimu, membunuh tanpa sebab yang jelas……
Kau akan menjadi temanku dan hanya menumpahkan darah untuk negara. Jika aku tidak mampu lagi menjadi tuanmu, aku tak lagi mampu membesarkan negara kita dengan perang, aku akan menjadikanmu sumber penghidupan, menjadi alat pertanian, jauh lebih berguna dari sekedar menumpahkan darah. Karena kita, tidak ada lagi orang berteriak kelaparan, kita segarkan udara agar orang mampu bernafas dengan nyaman, kita perindah dunia dan mengembangkan senyuman di setiap wajah.”
Itu adalah mimpiku juga
”Maaf jika kau sungguh tak berkenan dengan mimpiku, tapi aku ingin selalu bersamamu. Dan jika aku bagi mimpiku padamu, rasakanlah…. milikilah… perkenankan aku selalu menggenggammu erat. Jadikan semua ini mimpimu juga.”
Terima kasih, sepenuhnya aku adalah untukmu. Kau bukan hanya pemuda biasa, pemuda yang istimewa. Kini aku kan lupakan harapanku yang dulu, yang semula ingin menjadikan para ahli pedang kepercayaan istana sebagai tuanku, tidak, aku tidak ingin lagi. Aku ingin bersamamu, karena mimpimu, penghargaanmu jauh melebihi mereka. Yoen Hoo,…
###
Bukan hanya kebahagiaan yang aku bawa untukmu, namun juga petaka. Wang Bin, putra Yong Eun mengetahui bahwa sebenarnya penyebab dari kematian ayahnya adalah aku. Yong Eun selalu mengeluhkan sikap Jin Kang padanya, menceritakan kebencian Jin Kang padanya, dan juga padaku. Kecerdasan Wang Bin lebih dari cukup untuk sekedar memahami motif pembunuhan ayahnya, tidak sulit pula menemukanku, karena saat itu dia adalah kepercayaan komandan pengawal istana. dan tidak ada lagi yang bisa ia salahkan, hanya aku yang tersisa. Tidak ada lagi yang bisa menerima dendamnya, hanya tinggal aku.
Wang Bin berusaha merebutku dari Yeon Hoo, tapi kami sudah membagi mimpi, Yeon Hoo selalu mempertahankanku, ia selalu berlatih di gunung yang tinggi, di tepi jurang, demi meningkatkan kemampuan, demi melindungiku.
”Yeon Hoo, aku tidak butuh nyawamu. Serahkan saja pedang terkutuk itu padaku…”
”Kau… keterlaluan sekali, kenapa melimpahkan dendam kepada sebuah pedang.”
”Jika bukan karena pedang itu, ayahku tidak akan mati…”
”Pedang ini patah karena melindungi ayahmu……..”
”Tahu apa kau, cepat serahkan pedang itu. Jika saja ayahku tidak menemukan pedang itu, ia akan tetap menjadi prajurit, namun ia juga tidak akan meninggalkanku.”
”Kau bodoh…. memang apa yang akan kau dapat jika sudah menghancurkan pedang ini?”
”Cepat serahkan saja……..”
”Tidak semudah itu, dia adalah bagian dariku. Bunuh aku jika kau ingin miliki dia.”
”Bodoh, kau lebih menghargai pedang dibanding nyawamu sendiri. Baiklah sebelum fajar aku akan menunggu disini. Kita bertanding….”
”Aku…… akan berusaha.”
”Pedang itu akan kuhancurkan hingga tak ada lagi jejaknya.”
###
Mentari belum terbit, hawa dingin masih menusuk tulang, Yeon Hoo memasang kuda-kuda. Wang Bin memiliki pedang yang jauh melebihi aku, besi terbaik, tempaan yang bukan sembarangan, keunggulannya begitu terasa saat kami berbenturan. Namun Yeon Hoo terlalu lincah untuk dikalahkan dengan mudah, tidak sia-sia ia berlatih begitu keras. Pertandingan ini sangat lama, mereka berdua tidak menyadari beberapa orang mengintai.
”Hei anak muda……….”
”Siapa kalian?”
”Permainan pedang yang bagus….”
”Siapa kalian?”
”Lebih baik jangan buang tenaga percuma, ikutlah menjadi bagian kami. Imbalannya sangat memuaskan.”
”Jangan ganggu pertandingan ini.”
”Bergabunglah dengan kami, kalian tidak akan menyesal.”
”Apa maksud kalian?”
”Jika kalian mau melindungi kegiatan pertambangan di dalam hutan sana.. akan ada 5 keping emas setiap harinya.”
”Manfaatkanlah kemampuan pedang kalian…. daripada membuang waktu.”
”Pertambangan, memangnya…….. jadi kalian menambang secara liar.”
”Liar..?? Hah, pemilik semua orang negeri ini tidak tahu ada emas disana.”
”Jadi…. kalian, jangan bilang kalian dari Kuk Sang…”
”Kenapa ?? sudah bergabunglah dengan kami.”
”Kami bukan penghianat negara….”
”kami tidak sudi bergabung.”
”Hah… bicara begitu apa tidak sayang nyawa?”
”Ayo hadapi kami.. lebih baik mati daripada menjadi penghianat negara”
Beradu pedang juga tidak membantu, selain kalah jumlah juga kalah kemampuan, Pedang Wang BIn terlempar. Akhirnya Yoen Hoo dan Wang Bin memutuskan melompat ke jurang. Orang-orang itu mengamati sebentar lalu meninggalkan tempat itu diiringi tawa. Mereka tidak menyadari, aku tertancap di tanah berbatu, menahan Yeon Hoo yang menggenggam tangan Wang Bin. Perlahan ia merambat ke atas, mengerahkan semua tenaga, aku dalam kondisi yang sangat sulit. Kaki Wang Bin berhasil meraih sebatang pohon, mendekatkan ke tangannya, ia genggam dan melepaskan tangan Yeon Hoo. Beban berkurang, tangannya yang bebas menyambar batu, mengangkat tubuhnya naik, Yeon Hoo selamat, kemuadian menarik Wang Bin ke atas. Batu yang Wang Bin pijak terlepas, Yeon Hoo mengulurkanku…
”Raih pedang ini dan tancapkan, genggam erat untuk menopangmu.”
”Tapi….”
”Tancapkan cepat,….”
Mereka berdua berhasil selamat.
”Terima ….Kasih…”
”Itu sudah seharusnya, menghela nafas sebentar lalu kita lanjutkan pertandingan.”
”Pedang itu…. ”
”Dia adalah seorang penyelamat, menyelamatkan Paduka, Panglima, dan….kita berdua.
Yang jelas tidak akan kuserahkan padamu, jadi bagaimana?”
”Hah…. sudahlah, pedang itu juga sudah menyelamatkanku. Miliki dan jaga baik-baik. Kau benar, pedang itu tidak pantas menerima dendamku, bagaimanapun pedang tergantung pemiliknya. Jaga baik-baik.”
”Berarti tidak ada alasan untuk bermusuhan. Kita teman…”
”Yahh, Selamanya teman.”
”Hei, kita harus cepat memberi tahu paduka.”
”Kau benar, ayo kita bergegas.”
###
Yeon Hoo dan Wang Bin menjadi sahabat baik, berusaha saling memahami satu sama lain. Mereka berdua melaporkan penambangan di hutan tapi tidak mendapat perhatian Pangeran Geun Mo yang sudah naik tahta. Yeon Hoo merasa putus asa, untuk pertama kalinya ia berusaha mengabdi pada negara, tapi tidak mendapat jalan. Wang Bin datang menghibur
”Hah apa yang harus kita lakukan sekarang?? Tidak ada yang mempercayai kita. ”
”Hei, sedang apa, merenung lagi?”
”Wang Bin, bisa-bisanya berkata begitu. Tak ada yang mempercayai kita”
”Sudahlah, kita akan berusaha lebih keras. ”
”Lebih keras??”
”Dan lebih cerdik, tenanglah. Kita melakukan kebaikan, pasti akan ada jalan. Aku janji, akan ada jalan. Heh, pedang terus yang kau asah…..”
”Dia ini teman hidupku, kita punya mimpi yang sama.”
”Ya, aku tahu itu. ”
Diam-diam Wang Bin memanfaatkan kedudukannya, ia menggalang prajurit tanpa sepengetahuan komandan, ia juga mengatasnamakan panglima Yong Eun. Ia tidak merasa bersalah, mungkin sedikit melanggar, namun itu demi kepentingan negara juga. Ia bersama prajurit yang mendukung penyerangan tambang, tanpa sepengetahuan Yeon Hoo. Namun pertambangan dijaga oleh orang berekemampuan istimewa yang tidak sedikit jumlahnya, banyak prajurit gugur, hanya Wang Bin dan 5 orang tersisa berhasil melarikan diri. Pengerahan prajurit secara diam-diam diketahui Raja dan dicurigai sebagai pemberontakan. Wang Bin dicopot jabatannya, kemuadian dijebloskan ke penjara. Ia sangat marah karena perjuangannya sama sekali tidak dihargai, akhirnya ia malah kabur dan bergabung dengan penambang Kuk Sang, menjadi salah satu pasukan pelindung.
Di Lain pihak Yeon Hoo sangat terkejut, selama ini dia memutuskan diam untuk mencari cara yang tepat. Ia berusaha mengintai penambang secara diam-diam dan menemukan Wang Bin sebagai bagian dari mereka. Awalnya ia mengira itu adalah bagian dari rencana Wang Bin tapi, Wang Bin benar-benar dendam pada negara. Sedih temannya kini adalah seorang penghianat.
Yeon Hoo menemui komandan pengawal istana yang mengenalnya, mengajukan diri sebagai prajurit. Ia melihat ada orang-orang yang memiliki kemampuan pedang istimewa, memiliki pangkat yang tinggi dan tidak sembarang orang mengenal mereka. Yeon Hoo ingin mereka membantunya menghancurkan pertambangan, yang sangat merugikan negara.
”Kau, seorang prajurit rendahan.. ingin kami membantumu?”
”Hei kau tidak tahu bahwa kami langsung di bawah perintah Raja, …”
”Tidak ada waktu melayani kebohonganmu… penambang Kuk Sang, orang-orang pelindung, omong kosong.”
”Aku bersungguh-sungguh, Tuan mohon bantuannya.”
”Sudahlah ayo kita pergi….”
”Aku bersedia melakukan apapun untuk itu, aku mohon….”
”Tunggu sebentar Sa Myeon,hei kau sudah berani bicara banyak di depan kami, kau juga berani meminta kami membantumu… hah itu patut dihargai.”
”Benar juga, begini saja, tunjukkan kesungguhanmu, baru kami akan bergerak.’
”Kesungguhan..??”
”Ya… Menjadi Berarti atau Mati. Artikan kalimat itu dan tunjukkan pada kami.”
Pada mulanya, Yeon Hoo ingin menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh ingin melindungi negara, dengan membunuh biang keonaran, perampok, dan sebagainya.
”Berjanjilah… kau selalu bersamaku. Bantu aku.”
Segalaku adalah untukmu Yeon Hoo. Seperti kembali pada masa lalu, meskipun aku lelah namun aku sudah berjanji, aku selalu percaya padamu, aku ikuti setiap gerakan tanganmu, namun benarkah ini jalan yang mereka inginkan. Aku coba hilangkan rasa ragu, tapi……Semoga yang kulakukan ini benar dan masih menjadi jalan untuk meraih mimpi kita, semoga lukaku memang benar demi negara. Berpuluh jantung kutikam dan darah kutumpahkan,tidak tahu mengartikan perasaan ku saat itu. Saat kau berhadapan dengan mereka, menunjukkan hasil kesungguhanmu, bukan bantuan tapi malah tawa yang kau terima. Maaf aku tidak bisa menunjukkan jalan yang benar untukmu.
”Jika itu yang kau anggap Berarti, Matilah saja kau.”
Yeon Hoo tidak tahu lagi bagaimana menunjukkan kesungguhannya, ia mulai merindukan Wang Bin yang selalu menghiburnya. Bagaimanapun aku selalu menyertainya, aku tidak bisa berbuat banyak, hanya mengabdikan kesetiaan padanya, tidak bisa menjadi teman sebenarnya. Sungguh jika aku adalah manusia, aku akan menjadi orang pertama yang mengucapkan kata penenang, mengucapkan janji penguat, dan menyediakan bahu untuk membagi beban. Aku selalu iri pada Wang Bin, yang dulu menjadi musuh namun sekarang adalah teman terbaik, Wang Bin yang berusaha melawan para penambang itu namun tidak dihargai. Ia juga tidak rela Wang Bin menjadi penghianat negara, seperti orang-orang yang kuhancurkan selama ini. Yeon Hoo dengan sisa keberaniannya, berusaha menemui Wang Bin, menyadarkannya dan membawanya kembali.
”Kau tidak mengerti betapa sakit saat perjuangan kita tidak dihargai. Saat kita berhasil lolos dari maut, demi negara, namun malah dijebloskan ke penjara.”
”Aku tahu itu, tapi bukan pilihan yang baik untuk menghianati negara.’
”Negara, sekarang aku tidak peduli lagi dengan negara pecundang ini.”
”Kau ingat saat itu kita hampir mati di tepi jurang, kita berjuang tidak mau menghianati negara.”
”Itu…”
”Apa kau mau sia-siakan dirimu, keselamatanmu saat itu, dengan begini?”
”Kau tidak…..”
”Kau selalu menganggapku tidak tahu apa-apa. Baiklah, mungkin aku memang begitu. Tapi kau juga tidak tahu
Saat aku terpuruk, siapa yang menghiburku?
Siapa yang menenangkanku dengan janji yang agung?
Siapa yang mau bersamaku, melupakan dendam masa lalu dan berjuang bersama….. Sekarang Siapa, katakan Siapa?
Kumohon kembalilah….. jika bukan demi negara, setidaknya demi aku..”
Wang Bin kembali, ia sadar selama ini dia salah. Ia juga merindukan Yeon Hoo yang selalu mengembalikan hati nuraninya.
Seorang yang mengikuti Yeon Hoo tersenyum, ia mengerti Yeon Hoo mampu menunjukkan kesungguhannya, demi seorang teman ia menantang maut, apalagi demi negara, pasti ia akan melakukan lebih. Orang-orang ahli pedang itu akhirnya mau membantu Yeon Hoo dan menyadari bahwa Wang Bin yang dulu dituduh sebagai pemberontak tidak bersalah. Namun ada seorang yang tidak menyukai Wang Bin, Seseorang yang diam-diam memberi tahu raja dan menyebar isu pemberontakan, Jun Sa Myeon putra Jin Kang. Dendam masa lalu masih membayanginya.
”Kau tahu, pemberontak……. Sebenarnya Kau hanyalah umpan”
”Apa maksudmu? Siapa Kau?”
”Itu tidak penting, kau hanya dimanfaatkan temanmu untuk menarik perhatian kami. Yah… agar kami mau membantunya.”
”Yeon Hoo tidak mungkin seperti itu.”
”lalu seperti apa? Dia hanya ingin mendapatkan nama, pura-pura berjuang demi negara, memanfaatkan teman.. hah….”
”Yeon Hoo…….”
”Cukup…”
”Mana ada yang mau mengorbankan nyawa demi pemberontak sepertimu, penjilat , hah…. tidak mungkin jika bukan karena jabatan.”
”cu………”
”Silakan saja obati hatimu, tenangkan, tetap berkhayal punya seorang teman setia. Wah teman setia…….. hoho lucu sekali.”
Pikiran Wang Bin kacau, selama ini dia tidak punya siapa-siapa, ayahnya meninggal. Ibu juga menyusul tidak lama kemudian. Waktu ia habiskan untuk menghancurkanku, sampai ia menemukan teman dalam diri Yeon Hoo. Namun teman satu-satunya, memanfaatkannya, demi……. Ah. Wang Bin serba salah, hasutan Sa Myeon tepat menusuk ulu hati, Ia bertahan demi negara dan tidak dihargai, sekarang ia kembali demi Yeon Hoo, namun jika Yeon Hoo benar seperti itu, tidak ada lagi alasan untuk bertahan, ia berlari-berlari menuju, Pertambangan Kuk Sang. Memberi tahu pasukan pelindung, akan ada serangan berat malam nanti.
###
Yeon Hoo tidak menemukan Wang Bin dimanapun, ia ingin mencari, namun Sa Myeon menghalanginya dan mengajak menyusun rencana penyerangan malam nanti. Dalam hati ia tersenyum, berhasil menjatuhkan Wang Bin. Ia tidak ingin anak pembunuh itu mendapat perhatian Raja.
Lokasi penambangan dalam keadaan siaga, mereka menyadari akan ada serangan. Beberapa ahli pedang melawan pasukan pelindung, mereka membawa pasukan, walaupun tidak banyak.Yeon Hoo dan Sa Myeon memimpin pasukan untuk merobohkan tambang. Wang Bin mengikuti Yeon Hoo,
”Tunggu, kau penjilat……”
”Wang Bin, dimana saja kau, sekarang ayo bantu aku…”
”Kau… jangan pura-pura, kau menyelamatkanku demi jabatan kan?? dasar penjilat. ”
”Apa maksudmu??”
”Kau kira aku tidak tahu…. Pertemanan kita berakhir. Sekarang bersiaplah untuk mati.”
”Wang Bin kau……..”
Keduanya beradu pedang, sungguh aku tidak ingin melukai Wang Bin, bagaimanapu dia adalah temanku, Yeon Hoo sangat membutuhkannya, meski aku iri, tidak ada alasan bagiku untuk membenci. Tiba-tiba Sa Myeon muncul, berusaha menikam Wang Bin, dia terluka dan terpojok ke pertambangan, kakinya terjepit. Sa Myeon memberi kode pada seorang prajurit untuk merobohkan tambang,
”Wang Bin sungguh, aku memintamu kembali sebagai teman, karena aku butuh kau…..”
”Butuh untuk meraih jabatan kan? Cukup omong kosongmu.”
”Sekarang belum terlambat, bantulah aku. Tidak bisa kau membaca mataku?? Pernah selama ini aku menghianatimu?”
”Kau………..”
”Wang Bin kumohon, percayalah.”
Tambang mulai roboh, Sa Myeon segera pergi, Yeon Hoo berusaha menolong Wang Bin, menebas batu besar yang menjepit kakinya. Batu itu sangat keras, mungkin aku yang akan hancur.
”Batu ini keras, pedang mu yang akan hancur.Sudahlah cepat pergi….”
”Tidak, tanpa kau……”
”Bodoh……. kau akan mati, cepat pergi”
”Wang Bin, aku akan menyingkirkan yang menjepitmu, tahan”
”aku tahu pedang ini bagian dari nyawamu, hentikan dan cepat pergi….”
”Diam ,kita akan pergi bertiga…”
”Aku
Aku Percaya padamu. Kumohon cepat pergi.”
Aku menahan sakit, namun aku sangat ingin menyelamatkan Wang Bin, setidaknya bila aku hancur, Yeon Hoo masih bisa membagi mimpi padanya. Namun reruntuhan tidak bisa menunggu, aku tertancap pada batu itu, padahal tinggal sedikit lagi akan pecah. Wang Bin mendorong Yeon Hoo, dan berusaha mencabutku lalu ingin melemparkannya pada Yeon Hoo
Semua runtuh menimbunku dan Wang Bin. Semua telah berakhir, aku gagal menyelamatkan Wang Bin, Wang Binlah yang ingin menyelamatkanku. Kalian berdua sungguh menghargaiku, kalianlah tuan terakhirku dan yang teragung, terima kasih Yeon Hoo yang sudah mau membagi mimpi denganku, mimpi yang terlalu indah dan tinggi, terima kasih Wang Bin yang melupakan dendammu, berusaha melindungiku. Sekarang patutlah aku berbangga, bukan karena terbuat dari besi pilihan, namun karena mengabdi pada tuan-tuan yang memiliki mimpi agung dan begitu besar hati. Aku tidak peduli jika aku takkan punya tuan lagi, aku tidak ingin ada yang menggantikan kalian, dan tidak akan pernah ada, aku tidak peduli sedikit demi sedikit aku akan hancur, aku sungguh berbangga.

Nanti kau akan menjadi bagian dari kerajaan itu, carilah pengganti yang lebih baik dari aku, jadilah ahli pedang sejati.Tetaplah teguh dengan mimpimu, kami berdua selalu ada disampingmu….
@@@

Leave a comment